Kamis, 19 Desember 2019

ANALISIS PUISI KARYA FARIS AL FAISAL (KAJIAN SEMIOTIK)

ANALISIS PUISI KARYA FARIS AL FAISAL
(KAJIAN SEMIOTIK)

Bagas Yudha Prawira, Gempar Indra Waspada

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember
Jln. Kalimantan 37, Jember 68121

E-mail: bagasyudha354@gmail.com, gemparindra13@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Puisi Karya Faris Al Faisal (Kajian Semiotik)”. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana studi semiotika dalam koleksi puisi karya Faris Al Faisal. Tujuan dari penelitian yang dijelaskan dalam kumpulan ikon puisi karya Faris Al Faisal, dan menggambarkan simbol-simbol dalam koleksi puisi karya Faris Al Faisal. Dan kemudian, penelitian ini akan meningkatkan makna dalam puisi untuk siswa. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Semua tanda di koleksi puisi karya Faris Al Faisal akan dijelaskan secara rinci. Pada hasil analisis ditemukan bahwa ikon dalam koleksi puisi karya Faris Al Faisal ditemukan ada tiga belas data data, dan simbol dalam puisi karya Faris Al Faisal dan kawan-kawan ada sembilan data.

ABSTRACT

This study is entitled "Analysis of Poetry by Faris Al Faisal (Semiotic Study)". The problem in this research is how to study semiotics in the collection of poetry by Faris Al Faisal. The purpose of the research is explained in a collection of poetry icons by Faris Al Faisal, and describing the symbols in the poetry collection by Faris Al Faisal. And then, this research will increase the meaning in poetry for students. The method used is descriptive method. All signs in the poetry collection by Faris Al Faisal will be explained in detail. In the analysis it was found that the icons in the poetry collection by Faris Al Faisal found thirteen data data, and the symbols in the poetry by Faris Al Faisal and friends there were nine data.




A. Pendahuluan
Karya sastra merupakan sarana yang digunakan untuk melukiskan keadaan yang terjadi di masyarakat. Karya sastra juga merupakan penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh pengarang mengenai kehidupan manusia. Pengarang ingin berupaya untuk mendokumentasikan zaman dan sebagai alat komunikasi antara pengarang dan pembacanya. Membaca karya sastra, pembaca akan mendapatkan wawasan dan kesenangan yang diberikan oleh karya sastra itu yang berupa keindahan dan pengalaman jiwa yang bernilai tinggi.
Karya sastra diciptakan seakan-akan memperolok kehidupan melalui kemahiran seorang pengarang melalui bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, seorang pengarang karya sastra sangat sensitif dan peka terhadap perkembangan zaman. Pengarang tanggap terhadap perkembangan situasi yang sering menindas. Tanpa kreativitas seorang pengarang, tidak mungkin suatu karya sastra yang bermutu dapat diperoleh.
Karya sastra sebagai karya yang bersifat imajinatif, terbagi ke dalam tiga jenis genre sastra, yaitu drama, prosa, dan puisi. Drama adalah cerita atau tiruan perilaku manusia yang dipentaskan. Prosa atau juga disebut fiksi merupakan cerita khayalan. Sedangkan puisi adalah bentuk karangan yang terikat oleh jumlah baris dan bait, dengan bahasa yang singkat dan padat. Dalam hal ini, puisi merupakan karya sastra yang menggunakan bahasa atau rangkaian kata sebagai mediumnya, dan mempunyai arti dan makna.
Puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, rima, mantra, serta penyusunan larik dan bait (Suprapto, 1993:65). Bahasa puisi selalu meninggalkan kesan rasa dan daya tanggap oleh pembacanya. Di dalam puisi, pembaca akan menemui sesuatu yang merupakan kekayaan pengalaman batin pengarang yang disampaikan lewat puisi yang diciptakan. Melalui puisi, pembaca dapat melihat jalan pikiran pengarang dan emosi yang hendak ditimbulkan oleh pengarang.
Puisi merupakan karya sastra yang memiliki susunan kata-kata terbaik. Puisi memiliki sistem tanda yang bertugas sebagai alat komunikasi antarmanusia. Semiotik merupakan ilmu untuk mengetahui tentang sistem tanda dan makna yang terkandung di dalamnya. Menganalisis puisi menggunakan kajian semiotik, berarti mengungkap tanda dan akan memahami makna dari puisi.
Tanda mempunyai dua aspek yaitu penanda dan petanda. Tanda tidak hanya satu macam, tetapi ada beberapa berdasarkan hubungan penanda dan petandanya. Jenis-jenis tanda yang utama adalah ikon, indeks, dan simbol. Suwardi Endraswara (2013:41) menjelaskan bahwa ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Sedangkan simbol adalah tanda yang menunjukkan tidak ada hubungan alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer.
Puisi merupakan bagian dari karya sastra. Puisi adalah karya sastra yang berciri mantra, rima, tanpa rima, ataupun kombinasi kedua-duanya (Depdiknas, 2003:125). Sejalan dengan itu, Suprapto (1993:65) mengemukakan bahwa puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, rima, mantra, serta penyusunan larik dan bait. Sementara itu, Teeuw (dalam Musfeptial, 2005:1) mengatakan bahwa puisi sebagai karya seni yang selalu terjadi ketegangan antara konvensi dan pembaharuaan (inovasi).
Puisi adalah hasil luapan perasaan. Slamet Mulyani (dalam Atar Semi, 2002:93) mengatakan bahwa puisi adalah sintesis dari berbagai peristiwa bahasa yang telah tersaring semurni-murninya dan berbagai proses jiwa yang mencari hakikat pengalamannya, tersususun dengan sistem korespondensi dalam salah satu bentuk. Puisi merupakan ragam sastra yang memiliki bentuk karangan dari luapan perasaan yang imajinatif, terikat oleh jumlah baris dan bait,dan menggunakan bahasa yang singkat dan padat.
B. Kajian Semiotik
Suwardi (2013:36) mengatakan bahwa semiotik adalah ilmu untuk mengetahui tentang sistem tanda, konvensi-konvensi yang ada dalam komunikasi dan makna yang terkandung di dalamnya. Semiotik adalah studi tentang tanda. Karya sastra akan dibahas sebagai tanda-tanda. Hal ini, tentu saja tanda-tanda tersebut telah ditata oleh pengarang sehingga ada sistem dan aturan-aturan tertentu yang dimengerti oleh peneliti.
Menurut Segers (dalam Sangidu, 2004:173) mengatakan bahwa semiotik merupakan suatu disiplin yang meneliti semua bentuk komunikasi selama komunikasi itu dilaksanakan dengan menggunakan tanda yang didasarkan pada sistem-sistem tanda atau kodekode. Penelitian semiotik perlu memperhatikan tiga hal, yaitu displacing of meaning (penggantian arti), distorting of meaning (penyimpangan arti), dan creating of meaning (penciptaan arti). Uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa semiotik adalah cabang ilmu yang mengungkap dan mengkaji tentang sistem tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, serta mempelajari fenomena sosial-budaya. Di dalam puisi banyak sistem tanda yang dapat diungkap untuk mendapatkan makna dalam puisi.
Peirce (dalam Nur Sahid, 2004:5) mengatakan bahwa tanda mengacu kepada sesuatu yang disebut objek. Nyoman Kutha Ratna (2008:101) mengungkapkan bahwa objek adalah apa yang diacu, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Melalui perantaraan tandatanda manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya, sekaligus mengadakan pemahaman yang lebih baik terhadap dunia. Lampu merah dipersimpangan jalan tidak dimaksudkan untuk berpikir mengenai warna merah, tetapi untuk berhenti. Teks sastra secara keseluruhan terdiri atas ciri-ciri tersebut. Kota Jakarta dalam sebuah novel misalnya, tidak secara keseluruhan menunjuk pada ibu kota Negara Republik Indonesia, sebagai tanda, sesuatu yang lain yang diwakilinya, diantaranya simbol kekuasaan, korupsi, prostitusi dan sebagainya.
Jenis-jenis tanda adalah ikon, indeks, simbol. Pierce (dalam Suwardi Endraswara, 2008:65) mengemukakan ada tiga jenis tanda berdasarkan hubungan antara tanda dengan ditandakan adalah ikon, indeks dan simbol. Sementara itu, Jabrohim (2014:91) menjelaskan bahwa jenisjenis tanda yang utama adalah ikon, indeks, dan simbol. Sejalan dengan itu, jenis-jenis tanda yang utama ialah ikon, indeks, dan simbol (Rachmad Djoko Pradopo, 2013:120). Ikon merupakan tanda yang menunjukkan kesamaan. Pierce (dalam Suwardi, 2008:65) menjelaskan bahwa ikon adalah tanda yang secara inheren memiliki kesamaan dengan arti yang ditunjuk. Misalnya, foto dengan orang yang difoto atau peta dengan geografisnya. Sejalan dengan itu, Jabrohim (2014:91) mengungkapkan bahwa ikon adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan itu adalah hubungan persamaan .Nur Sahid (2004:6) memaparkan bahwa ikon dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
1. Ikon topologis, yakni tanda yang mengacu pada kemiripan spasial. Misalnya, peta.
2. Ikon diagramatik, yakni tanda yang memiliki kemiripan relasional. Dalam tanda memperlihatkan hubungan antara unsur-unsur yang diacu. Misalnya, tempat duduk yang diatur sesuai dengan kedudukan.
3. Ikon metaforis, yakni ikon yang tidak menunjukkan kemiripan antara tanda dengan acuannya, yang mirip bukanlah tanda dengan acuannya, melainkan antara dua acuan yang diacu oleh tanda yang sama. Misalnya, binatang kancil (acuan langsung) dan pada manusia yang cerdik (acuan tak langung).
Indeks merupakan tanda yang mengacu pada kenyataan. Pierce (dalam Suwardi, 2008:65) mengatakan bahwa indeks adalah tanda yang mengandung hubungan kausal dengan apa yang ditandakan. Nur Sahid (2004:6) menjelaskan bahwa indeks adalah tanda yang dengan acuannya mempunyai kedekatan eksistensi. Contoh, hari mendung menjadi tanda akan hujan. Simbol bersifat arbiter (semau-maunya). Pierce (dalam Suwardi, 2008:65) mengungkapkan bahwa simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan yang ditandakan bersifat arbitrer, sesuai dengan konvensi suatu lingkungan sosial tertentu. Misalnya, bendera putih sebagai simbol ada kematian. Bahasa adalah simbol paling lengkap yang digunakan sehari-hari oleh manusia untuk berkomunikasi.
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini adalah kumpulan puisi kedaulatan rakyat 2019, puisi milik Faris Al Faisal. Teknik pengumpul data yang digunakan adalah teknik studi dokumenter. Teknik studi dokumenter dilakukan dengan cara menelaah karya sastra. Penelaahan dilakukan dengan cara mengklasifikasikan bagian-bagian yang menjadi objek penelitian.
D. Pembahasan
Merah Eforbia
Kaulah bunga itu. Selengkung warna
Merah eforbia. Tumbuh dengan getah susu
Merawat sepokok rindu.
Di bukit dan batu. Di pekarangan sunyi
Para penyair. Larik-larik sajak mekar dan gugur
Dalam lingkar matamu.
Seikat hujan yang kauhimpun. Jalanan hijau
Melukis horizon. Makin jauh pergi burung-burung
Ke kota-kota tua ia bersarang.
Matahari telah rembang kepada petang
Kita nyalakan api kecil
Air mata kita hapus dengan mimpi
Pada sebuah bantal. Di sana kepala direbahkan
Dan rembulan yang kaupeluk
Mengujiku apakah aku masih punya cemburu
Indramayu 2019

Batu dan Lumut
Akulah batu
Dan kaulah lumut
Telah berkali hujan tumpah
Tubuh pun basah
Bertahun bertahan
Deru debu dan panas membakar
Tak ada penyesalan
Rindu setia di senyuman
Perlahan kita pun lapuk
Namun bahagia telah direguk
Indramayu, 2019

Buah Ceri
Tatapanmu adalah awal musim semi
Mekar di tangkai-tangkai buah ceri
Hari pun lebih menyala
Gigitlah angin yang berjalan semilir
Biarkan tangannya membelai
Gerai duka disisir lembut jemari
Sebagai keindahan yang diabadikan alam
Kita memetik merahnya senja di pohon
Menyusun kembali patahan ranting kering
Indramayu, 2019
1.      Analisis Ikon pada Kumpulan Puisi Karya Faris Al Faisal
Analisis ikon metaforis pada puisi karya Faris Al Faisal ada 11  data. Pada puisi Merah Eforbia ada 4 data, pada puisi Batu dan Lumut ada 4 data, dan pada puisi Buah Ceria da 3 data. Pada puisi Merah Eforbia terdapat pada kalimat “kaulah bunga itu” Pada kata bunga merujuk pada larik ke dua yaitu kalimat “merah eforbia”. Kata bunga pada larik pertama merujuk ke dalam frasa merah eforbia. Melalui rujukan frasa ini arti dari bunga dapat diketahui. Bunga pada larik ini dapat dimaknai keindahan, sebab rujukannya adalah bunga eforbia. Sebelum kata bunga adalah kata kaulah. Kata kaulah tentu berkaitan dengan kata bunga, sehingga menghasilkan makna kaulah keindahan yang dimaksudkan itu.
Pada puisi Batu dan Lumut terdapat dalam larik keenam, yaitu “deru berdebu panas membakar. Debu dan panas merupakan materi yang menerpa batu dan lumut ketika berada di alam bebas. Melalui fakta ini, debu dan panas yang ada di dalam puisi ini bermakna rintangan/hambatan yang orang hadapi. Kalimat selanjutnya yaitu menjadi penyambung dahaga. Pada larik kesembilan terdapat kata lapuk. Definisi lapuk adalah keadaan material seperti batu, kayu, dan material lain yang dalam usianya sudah tua sehingga rapuh. Sehingga, lapuk pada puisi ini menunjukkan usia yang sudah tua.
Larik pertama dari puisi Buah Ceri yaitu “tatapanmu adalah awal musim semi”. Awal musim semi merupakan simbol kehangatan. Kehangatan yang ada di musim semi merupakan kehangatan yang memberikan kenyamanan. Dalam hal ini berarti tatapan yang dimaksud di dalam puisi Buah Ceri itu memberikan kehangatan kepada siapapun yang dikenainya.
2.      Analisis Indeks pada Kumpulan Puisi Karya Faris Al Faisal
Indeks yang digunakan dalam puisi karya Faris Al Faisal ada empat data. Terdapat pada puisi yang berjudul Merah Eforbia. Pada kalimat “merah eforbia. Tumbuh dengan getah susu” ini mengandung fakta alamiah, sebab jaringan xylem dari bunga eforbia memang menggeluarkan eksudat putih atau yang disebut dengan getah susu putih agak kental/milky sap. Setelah itu ada larik yang isinya ”di bukit dan batu. Pekarangan sunyi” juga merupakan fakta ilmiah bahwa seperti itulah lokasi hidup bunga eforbia.
Pada puisi batu dan lumut larik kesembilan yang isinya “perlahan kita pun lapuk’ ,menunjukann bahwa material apapun apabila seringkali dikenai hambatan di dalam hidupnya. Material yang dikenai  material air debu dan panas secara terus menerus akan membuat material itu menjadi lapuk.
Larik kedua puisi Buah Ceri yaitu “Tatapanmu adalah awal musim semi; Mekar di tangkai-tangkai buah ceri” merupakan kondisi real ketika musim semi bunga-bunga akan bermekaran.
3.      Analisis Simbol pada Kumpulan Puisi Karya Faris Al Faisal
Simbol yang digunakan dalam puisi karya Faris Al Faisal ada 2 data. Terdapat pada puisi yang berjudul Merah Eforbia larik kesepuluh. Larik “matahari telah rembang kepada petang”, petang berarti waktu yang dimaksud pada puisi itu. Adanya kata matahari semakin menspesifikkan makna waktu yang dimaksud yaitu waktu sore hari yang akhir. Pada puisi Buah Ceri yaitu pada larik “kita memetik merahnya senja di pohon”. Merah merupakan penunjukan warna yang dimaksud. Adapun kata senja setelah itu memberikan penyempitan kepada pemilihan warna yang dimaksud. Warna yang dimaksud adalah merah senja atau jingga.
E. Simpulan
Semiotika berhubungaan erat dengan bidang linguistik yang sebagian mempelajari struktur serta juga makna bahasa yang lebih spesifik. Semiotik adalah studi tentang tanda. Karya sastra akan dibahas sebagai tanda-tanda. Hal ini, tentu saja tanda-tanda tersebut telah ditata oleh pengarang sehingga ada sistem dan aturan-aturan tertentu yang dimengerti oleh peneliti.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini adalah kumpulan puisi pada web kliping sastra Indonesia 2019, puisi milik Faris Al Faisal. Teknik pengumpul data yang digunakan adalah teknik studi dokumenter. Teknik studi dokumenter dilakukan dengan cara menelaah karya sastra. Penelaahan dilakukan dengan cara mengklasifikasikan bagian-bagian yang menjadi objek pembahasan.
Semua tanda di koleksi puisi karya Faris Al Faisal akan dijelaskan secara rinci. Pada hasil analisis ditemukan bahwa ikon dalam koleksi puisi karya Faris Al Faisal ditemukan ada sebelas data, indeks empat data dan simbol dua data.

Daftar Pustaka
Aminuddin. 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Nurgiyantoro, B. (2010). Penilaian Pembelajaran Sastra Berbasis KompetensiYogyakarta: BPFE
Purba, A. (2010). Pengantar Ilmu Sastra.  Jakarta. USUpress.
Asriningsari, A., & Umaya, N. (200). Semiotika Teori dan Aplikasi pada Karya Sastra. (diakses pada tanggal 18 Desember 2019)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar